Sigaret Kretek Tangan : Warisan Tradisi Yang Mulai Tak Lagi Diakui


Belum lama ini, tayang serial film di Netflix. Film yang diadopsi dari novel karya Ratih Kumala, dibintangi oleh aktris ternama Indonesia. Siapa yang tak kenal Dian Sastrowardoyo yang memerankan sebagai Dasiyah atau akrab disapa Jeng Yah. Novel ini menceritakan tentang kilas balik perjalanan seorang Jeng Yah, seorang perempuan yang bekerja di industri kretek dan memiliki pemikiran progresif tentang bisnis rokok cengkeh. Namun, sayangnya keinginan dan pemikiran Dasiyah yang cerdas pupus, padahal Dasiyah adalah seorang perempuan yang lihai dalam menentukan tembakau terbaik. Selain itu ia juga berambisi untuk menciptakan saus kretek terbaik. Lintingan rokok kretek Dasiyah menjadi favorit bagi banyak kalangan, termasuk Ayah Dasiyah. Tapi sayang, budaya mereka saat itu yang mengubur harapan emas Dasiyah untuk kretek Indonesia sampai hari ini.

Film tersebut sangat menggambarkan tentang kondisi industri sigaret kretek tangan di negara kita saat ini. Tembakau menjadi komoditi yang cukup unggul di Indonesia. Kesuburan tanah di Indonesia adalah sebuah keajaiban dan berkah tersendiri. Bagaimana tidak, meskipun banyak jenis tanaman yang tumbuh, yang sebenarnya bukan tanaman endemik, tapi setelah ditanam di lingkungan alam tropis Indonesia, ternyata kualitas hasilnya tak kalah dibandingkan dengan saat tanaman itu dibudidayakan di negara aslinya. Contohnya, tentu melimpah. Antara lain sebutlah tembakau, kopi, singkong, jagung dan masih banyak lainnya. Sekalipun hampir bisa dipastikan secara historis berasal dari luar Indonesia, namun karena tembakau telah menjadi tanaman budidaya dan mata pencaharian masyarakat sejak ratusan tahun lalu, akhirnya tak sedikit ditemui folklor yang menarasikan tanaman ini berasal dari Indonesia.

Tembakau memiliki sejarah yang begitu panjang, bahkan menjadi salah satu titik utama dalam sejarah dunia. Tembakau juga menjadi salah satu senjata utama dalam penyelundupan ke negara-negara musuh secara ilegal. Tanaman ini kerap dijadikan sebagai obat, sehingga penggunaannya cukup populer. Mulai dari khasiat yang menyembuhkan atau bahkan mematikan. Bukan hanya rokok, ada banyak tradisi nusantara yang masih menggunakan konsumsi tembakau sebagai bahan utamanya. Sebutlah tradisi nyirih, nyereh nginang atau nyusur. Tradisi mengunyah tembakau mejadi praktik umum masyarakat yang sinonim dengan mengunyah sirih. Adapun ngudud adalah tradisi lama nusantara yang dilakukan dengan membakar tembakau. Istilah rokok sendiri baru digunakan belakangan, yaitu abad ke-19. Berasal dari bahasa Belanda yaitu ro’ken yang pada mulanya menghisap pipa dan cerutu.

Tradisi inilah kemudian menjadi gaya baru dan tren masyarakat Indonesia sampai hari ini yang sekaligus mewariskan budaya, juga menyumbang kontribusi peningkatan perekonomian. Karena, tradisi ngudud atau membakar tembakau menjadi tradisi yang turun menurun dari generasi ke generasi. Keotentikan kretek lokal menjadi keunikan tradisi bagi masyarakat Indonesia. Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik industri sekaligus pengrajin rokok kretek tangan untuk tetap eksis dan membuka lapangan pekerjaan yang luas. Hadirnya sigaret kretek mesin juga menjadi petaka dan juga kendala perekonomian bagi seluruh aliansi masyarakat yang bernaung di bawah industri sigaret kretek tangan. Pasalnya, dengan hadirnya SKM (Sigaret Kretek Mesin), banyak buruh yang terancam mangkrak dari pabrik karena tergantikan dengan mesin. Harap diingat, bahwa industri sigaret kretek tangan memiliki peran signifikan sebagai pilar ekonomi masyarakat. Tekanan kenaikan cukai akhirnya membuat pabrikan dihadapkan pada pilihan untuk melakukan efisiensi biaya dengan merumahkan pekerjaannya, atau bahkan ternacam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 – 2024 menuai banyak sorotan sebagai kebijakan multitahunan yang anyar bagi industri. Salah satu pihak yang terdampak, adalah industri segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja sebagai pelinting. Keberadaan industri kretek di tengah-tengah pemukiman, banyak disyukuri masyarakat, karena mampu menyerap tenaga kerja sehingga mampu membantu perekonomian keluarga. Selain keberadaannya menguntungkan masyarakat, industri kretek memberikan keuntungan bagi negara sebagai penyumbang terbesar dalam pemasukan negara dari pajak cukai yang diterapkan pemerintah. Keberadaan industri ini banyak melibatkan masyarakat dalam perkembangannya bukan hanya dari pemerintah, pabrik yang terkait, jasa, para petani dan juga mereka yang bekerja sebagai buruh di perusahaan kretek.

Kretek sendiri adalah suatu barang yang semula hanya untuk pengobatan berubah menjadi sumber manfaat dan kenikmatan. Bermula pada tahun 1900-an dengan penemuan inovasi kretek yang laku di pasaran memengaruhi kemunculan para usahawan kretek mulai dari pengusaha rumahan hingga pabrik. Perkembangan kretek yang semakin penting tidak dapat dipisahkan dari permintaan pasar. Kretek juga menjadi komoditi beberapa kota, salah satunya adalah Kudus yang menjadi kabupaten yang perkembangan ekonominya paling dinamis setidaknya dibanding dengan daerah-daerah sekitarnya. Tidak sebatas Kudus, tetapi juga di beberapa daerah seperti Semarang, Surabaya, Blitar, Kediri, Tulungangung, Malang dan seterusnya. Ratusan ribu orang telah mendapatakan mata pencaharian mereka sebagai buruh dari industri kretek. Baik sebagai buruh di pabrik, tenaga administrasi di kantor, sopir, satpam dan lain sebagainya. Sementara itu ada ratusan ribu yang lain mendapatkan nafkah dari berbagai macam perusahaan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan industri kretek. Mulai dari petani buruh tembakau dan petani cengkeh, para pemetik daun tembakau dan pemetik cengkeh, pekerja perusahaan percetakan angkutan, dan lain-lain. Perkembangan industri kretek yang semakin pesat membuat berbagai varian kretek yang beredar dipasaran. Perbedaan dalam varian tersebut adalah proses pembuatannya. Kretek tangan diproduksi secara tradisional oleh para perajin lokal. Proses pembuatannya melibatkan banyak pekerjaan tangan, mulai dari memilih bahan baku hingga membalut rokok. Kretek tangan bukan hanya sebuah produk, tetapi juga warisan budaya yang menjalin komunitas dan tradisi di seluruh Indonesia. Pekerjaan ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, menciptakan keberlanjutan dalam profesi pengrajin kretek.

Sebuah asa yang dititipkan pada perusahaan sigaret kretek tangan cukuplah besar dan menjanjikan. Bukan hanya tentang melestarikan budaya nusantara dan mengenalkan sumber daya alam dan masyarakat kepada dunia saja. Komoditas tembakau adalah salah satu pundi-pundi menguntungkan yang nantinya akan kembali pada industri lokal sendiri. Banyaknya kehadiran rokok konvensional, atau perusahaan sigaret kretek mesin membuat masyarakat semakin lengah menyadari, bahwa Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh barisan kawula. Sekali lagi, bukan hanya yang bekerja pada industri sigaret kretek tangan saja. Tetapi juga sangat berpengaruh pada roda kehidupan petani tembakau, cengkeh, industri kertas linting, penyuplai, distributor tembakau, dan masih banyak lainnya. Ketelatenan dan keuletan para perempuan Indonesia juga sangat mendukung peningkatan perekonomian negeri, juga berperan pada pemberdayaan perempuan Indonesia.

Mendongkrak perekonomian, bukan dengan meninggalkan kelestarian budaya dan juga warisan leluhur kita hari ini. Sudah saatnya kita mengenalkan dan meninggalkan jejak emas kepada anak cucu generasi dengan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah. Kenikmataan dan kelanggengan warisan inilah yang memperkaya tradisi Indonesia untuk dikenal dunia. Sangat naif, bila sumber daya alam negara kita yang beraneka rupa bila hanya dimanfaatkan investor negara orang, atau diperbiniskan bukan untuk anak negeri. Serial Gadis Kretek hanyalah representasi dan sebuah pengenalan tentang budaya dan juga kearifan lokal pada dunia tentang kretek dan rempah pilihan Indonesia. Bila harus berhenti dan tak lagi lestari. Indonesia haruslah siap kehilangan dan menunggu negara lain untuk mengakui. Satu persatu sirna, anak bangsa akan selamanya susah untuk merebut kembali dan mau mengenali.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *