Sejak beberapa tahun lalu, aku tak pernah tahu, mengapa dahulu aku mempelajari. Aku hanya membaca, menulis, menghafal apa yang diujikan saja. Tanpa tahu, apa maksud dari apa yang kumengerti. Hanya sekadar memenuhi standar kelulusan, lalu bersikap jumawa jika punya nilai unggul saat yudisium kenaikan.
Aku juga sering kali tampil di atas podium untuk menyampaikan sepatah dua patah kata. Menggelorakan api di hadapan khalayak agar selalu bersemangat dalam menjalani peliknya hidup, tentang cobaan yang tak berkesudahan. Bijak sekali, rupanya.
Lain kisah. Banyak pula, adik dan anak didik meminta petuah dan nasehat akan pengalaman yang pernah diemban sepersekian zaman. Terkadang, sesenggukan menangis, ingin sekali dipeluk, dibelai manja. Ada pula yang menganggap bahwa dunia seakan berhenti, saat dirundung mendung masalah. Aku, sesekali menenangkan dan menyenangkannya. Entah, naluri apa yang pernah kuterima sebagai fitrah Tuhan?
Masalah yang amat pedih kulalui. Meronta – ronta, meminta – minta, suka, luka dan duka, muka tak pernah bisa berekspresi dengan kondisi yang sama. Ternyata, kini aku berhasil juga mengisahkan setahun perjalanan hidup dalam selang waktu satu jam saja, atau mungkin dalam bait bait dan larik puisi singkat. Padahal, dahulu aku mengurai kata dengan air mata. Lucunya, kini aku membacanya dengan penuh gelak tawa.
Menyadari, selama belasan tahun hidup ditempa, dicerca, dicecar, dibimbing dan dibina? Masih belum seberapa. Apa yang kulalui di masa lalu, memang tak pernah sederhana. Juga menjadi bekal untuk masa depan, masih belum cukup untuk menjadi pedoman tepat. Karena, bukan hanya ujian tulis yang dihadapi di masa depan. Akan ada fase dan masa, dimana setiap gerak gerik, ucap, nafas dan rasa akan ditentukan sebagai pahala atau dosa. Salah dalam pilihan, bisa jadi akan terjerumus dalam jurang nista dan karma. Kalaulah tahu, mana yang diridhoi oleh Tuhan, pastilah surga yang menjadi balasan.
Begini juga. Masa depan yang tidak pernah bisa diramal, meski dilacak keberadaannya oleh paranormal. Kalau tak pernah tahu pasti yang terjadi di masa depan. Tak usahlah sok tahu, perihal takdir hidup dan kematian. Mengapa juga, masih ingin tahu, padahal Tuhan bilang untuk memaksimalkan hari ini untuk masa depan. Tapi, sayang. Terkadang, kita masih saja suka menerka – nerka, lalu jika tak sesuai dengan harap dan pinta. Hanya merasa menjadi orang yang paling menderita sepanjang abad. Padahal, tahu apa urusan nikmat dan ujian?
Apa yang lalu, bukanlah lantas menjadi hal yang akan berlalu. Sudahkah kita memaknai apa arti dalam setiap ujian. Apakah kita berusaha menjawabnya dengan penuh keyakinan? Apakah selama ini, kita sudah mempersiapkan sebaik baiknya pilihan, lalu menyerahkan dalam kondisi yang paling sempurna di hadapan Tuhan? Atau barangkali, kita pernah ogah – ogahan, malas untuk menerima ujian dan cobaan, lalu kerap meminta usai dalam penderitaan.
Untuk apa, jika kita pernah diberi selang waktu untuk belajar? Dan kita hanya merasa gagal dan tidak punya harapan. Bukankah tentang waktu, masa, usia dan usaha, barangkali, memang kita menyia nyiakan? Alangkah malang, duhai Sayang?
Semua yang tercipta, hanyalah sebuah fana. Baik manusia dan apa yang menjadi piranti dalam hidupnya. Apapun yang fana, akan hilang, akan rusak, akan musnah. Tapi, ada satu cara agar semua itu tak jadi hilang. Berusahalah untuk tak menyia-nyiakan kesempatan yang tercipta.
Kesempatan untuk mengemban hidup untuk mengabdi, punya masa yang berbeda beda, dan yang mengetahui seberapa banyak waktu dilalui, hanyalah seorang diri dan Maha Pencipta.
Apa yang kita pelajari, ucapkan, sampaikan, nasehatkan, bacakan, hafalkan, tuliskan dan segala tindak dan tanduk, tingkah dan langkah. Janganlah sampai menjadi sia sia dan terbuang nirfaedah di masa depan. Amalkan yang baik, jangan buang yang buruk, justru perbaikilah. Hanya mencoba untuk berusaha, agar apa yang sampai dan terpancar dalam diri kita, bukanlah keburukan yang orang lain temukan, lalu kemudian mereka dengan tak sengaja menyimpan, lalu kita menyesatkan.
Kita, masih diberi kuota untuk berusaha menjadi sebaik baiknya ciptaan di hadapan-Nya. Jadi, jangan benamkan diri dalam kekerdilan. Belajarlah untuk menggapai surga tertinggi dengan ridho Allah sebagai tujuan. Apa yang menjadi pelajaran dan ujian di masa lalumu, semoga menjadi bekal dan amal di masa yang akan datang.